SELAMAT DATANG DI LTN NU (Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama) KABUPATEN PRINGSEWU

Jumat, 23 November 2012

Effek Amuk Masa Dalam Perspektif Fiqh




Oleh: Ust. Munawir
Sekretaris LBM NU PWNU Lampung

Perkelahian, pengroyokan, pengrusakan hak orang lain yang di kemas dalam bentuk amuk masa, demonstrasi, unjuk rasa  seringkali terjadi di negeri yang mayoritas umat islam ini. Kejadian semacam ini terjadi dipicu oleh banyak hal, seperti menuntut hak, curanmor, balas dendam,  dan lain-lain. Dan dari tindakan tersebut akan berdampak negatif, baik yang bersifat materi atau jiwa, sehingga  tidak sedikit yang menjadi korban, baik korban luka-luka bahkan sampai pada kematian.
Pertanyaan :
Sebatasmana batasan penuntutan hak yang di perbolehkan dalam Islam?

Dalam menyikapi kasus di atas ada dua perkara yang harus di perhatikan, kedua perkara tersebut adalah:

1.Hak orang yang teraniaya
            Ajaran Islam sangat menjunjung tinggi atas hak asasi manusia, terutama haknya orang teraniaya, untuk itu ajaran Islam tidak melarang seseorang untuk menuntut haknya kepada pihak yang merugikan, baik penuntutan tersebut dilakukan sendiri atau secara kelompok (dalam bentuk demonstrasi atau unjuk rasa).
            Dalam Tafsir Showi juz 4 halaman 47, di jelaskan tentang hukum menuntut hak, sebagai berikut:"Orang yang teraniaya boleh menuntut haknya kepada orang yang menganiaya, dengan syarat tidak melebihi haknya (sesuai dengan aturan syara')"
            DR.Wabah Az-zuhaili dalam kitab Fiqh Islam Wa Adilatuhu, juz 4 hal 29, menjelaskan tentang batasan yang di perbolehkan dalam penuntutan hak, sebagai berikut:"Menuntut hak diperbolehkan (dibenarkan) secara syara', dengan syarat tidak bertentanagn dengan tuntunan agama, sehingga dalam pelaksanaanya tidak berakibat pada sebuah kerusakan atau hilangnya nyawa,  baik kerusakan tersebut disengaja atau tidak, baik di lakukan sendiri atau secara kelompok".
            Dalam kitab Dalailul Falahin, juz 1 halaman 465, di jelaskan, bahwa: "Batasan yang di perbolehkan dalam menyampaikan aspirasi (tuntutan) adalah menyampaikan tuntutan yang tidak berlebihan dari haknya, sehingga tidak sampai berakibat pada jatuhnya korban jiwa, luka-luka, merusak harta benda atau lainnya".
            Syekh Sulaiman bin Umar al-Jamal dalam kitab Hasiyah al-jamal ala Syarhi Minhajuttullab, juz 5 hal 408, menjelaskan tentang aturan tata cara menuntut hak, sebagai berikut:"Bagi orang yang teraniaya, atau mempunyai hak atas orang lain (seperti hutang piutang) boleh menuntut haknya dengan cara melaporkan kepada pihak penegak hukum, agar haknya bisa terpenuhi".

2.Hak orang terjaga (ma'shum)
            Selain ajaran Islam memperbolehkan seseorang untuk menuntut haknya, Islam juga sangat melindungi hak seseorang, Rasulullah SAW bersabda:"(menjaga) hak asasi manusia lebih agung di sisi Allah di bandingkan dengan kemuliaan ka'bah". Selain hadist tersebut diatas, Rasulullah SAW  berpesan dalam haji wada', beliau bersabda:"Ketahuilah sesungguhnya darah, harta, harga diri kalian semua atas kamu semua adalah mulia (wajib untuk dijaga), seperti mulianya hari ini, bulan ini (hari arafah, bulan dzulhijjah)"(HR.Bukhori Muslim)
            Dalam kitab al_Wafi Syarah Jawahiruttauhit, halaman 117, dijelaskan bahwa hak seseorang yang di jaga (dilindungi) dalam tatanan agama agar bisa terwujudnya rasa aman dan kemaslahatan manusia ada enam, yaitu:
a. Hak Dini (agama), seperti di perbolehkan memerangi orang kafir atau orang murtad.
b. Hak Nafsi (badan), seperti diberlakukannya hukum qishas atau ta'zir (hukuman penjara) bagi kasus pembunuhan atau melukai orang lain.
c. Hak Mali (harta), seperti di berlakukanya hukum had berupa potong tangan atau ta'zir (hukuman penjara) bagi kasus pencurian, penipuan, perampasan, perampokan.
d.Hak Nasab (keturunan), seperti diberlakukanya hukum had cambuk, qishas atau ta'zir (hukuman penjara) bagi pelaku pemerkosaan (perzinaan) atau tindakan asusila.
e. Hak Akal, seperti diberlakukan hukuman had cambuk atau ta'zir (hukuman penjara) bagi pengkonsumsi obat obat terlarang dan minuman keras.
f. Hak Irdli (harga diri), seperti di berlakukan hukum had atau atau ta'zir (hukuman penjara) bagi pelaku penipuan, menuduh, menfitnah, sumpah bohong, dan adu domba.

Dari kedua penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Unjuk rasa, demonstrasi dan yang sejenisnya, jika dalam pelaksanaanya tidak bertentangan dengan tatanan agama maka hal tersebut di perbolehkan oleh syara'.
2. Unjuk rasa, demonstrasi dan yang sejenisnya jika dalam pelaksanaanya bertentangan dengan tatanan agama, seperti pengrusakan milik orang lain, merusak fasilitas umum (milik pemerintah) membakar harta benda dan lain-lain, maka hal tersebut termasuk perbuatan maksiat. Seperti yang di jelaskan dalam kitab al-Hadiqah al-Nadiyah, halaman 507:"Tergolong perbuatan maksiat yang di lakukan oleh kaki dan  tangan adalah merusak harta milik orang muslim, kafir dzimi atau musta'man".
3. Unjuk rasa, demonstrasi dan yang sejenis jika dalam pelaksanaanya bertentangan dengan tatanan agama, seperti mengakibatkan korban jiwa, atau luka-luka maka tergolong perbuatan yang di haramkan, karena bertentangan dengan nash Al-Qur'an, surat al-Isra':33, dan surat an-Nisa':93.
            Demikian sedikit penjelasan kami yang bisa saya sampaikan, semoga bisa bemanfaat bagi kita semua.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar