Tokoh yang menjadi profil dalam Bulletin Aswaja terbitan
kali ini adalah Khairuddin Tahmid. Nama
asli sejak kecil pemberian dari kedua orang tuanya, Khairuddin, singkat saja,
tidak ada embel-embel lain, baik di depan maupun dibelakangnya. Di lahirkan di
Sidodadi, Belitang, Oku Timur Sumatera Selatan, pada menjelang subuh, Jum'at
Wage, 22 Desember 1962. Ayahnya bernama Muhammad Tahmid, sedang ibunya bernama
Rihanah. Kedua orang tuanya, asli ngapak, berasal dari kota kecil, Bumiayu,
Kabupaten Brebes Jawa Tengah.
Sementara,
jalur pendidikan formal yang ditempuh, sejak awal sekolah hingga tingkat
menengah atas, dan jenjang pendidikan S1, juga masih kental dengan nuansa
keagamaan, diantaranya pernah menamatkan Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, semuanya diselesaikan di kampung halamannya, di
Belitang. Gelar Sarjana S1 diperolehnya dari Fakultas Syari'ah IAIN Raden Intan
Lampung, jurusan Peradilan Agama pada tahun 1989. Baru pada jenjang pendidikan
berikutnya, S2 dan S3 arahnya mulai agak bergeser pada kajian-kajian ketatanegaraan.
Pada tahun 2004, Khairuddin Tahmid berhasil menyelesaikan pendidikan Program S2
di Universitas Lampung, mengambil jurusan Hukum Tata Negara dan pada tahun 2011
lalu kembali berhasil menyelesaikan pendidikan S3 di Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta, mengambil spesialisasi Hukum Tata Negara, khususnya yang
berkaitan dengan politik hukum atau siyasah syar'iyyah.
Khairuddin,
sejak kecil memang dikenal sebagai orang podium. Khairuddin kecil sudah pandai
halo-halo atau berpidato dihadapan orang banyak sejak berusia masih 8 tahun,
semasa masih duduk dikelas 4 Madrasah Ibtidiyah. Sejak usia 8 tahun ini,
kesempatan untuk latihan berpidato dilakukan terutama pada kegiatan sebelum
acara resmi yang dilakukan oleh desa.
Diantaranya pada kegiatan lailatul ijtima' NU, kegiatan selapanan
Muslimat NU maupun kegiatan pengajian rutinan lainnya. Disamping ia pandai
berceramah, juga pandai melantunkan ayat-ayat suci al-Qur'an, beberapa jenis
qiroatul qur'an diketahuinya dengan baik. Saat tim Buletin Aswaja mewawancarai
beberapa waktu lalu di kediamannya, sempat diceritakan dan diperlihatkan sambil
tertawa kecil, beberapa piagam penghargaan, prestasi Khairuddin waktu kecil,
yang pernah menjadi juara MTQ golongan anak-anak, dan dua kali menjadi juara
MTQ golongan remaja tingkat Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Kiprah dan Pengalaman Berorganisasi
Sejak tahun
1982, atau tepatnya sejak hijrah ke Bandar Lampung dalam rangka melanjutkan
studi, nama Khairuddin mulai diembel-embeli pada nama belakangnya dengan
tambahan Tahmid, yang tidak lain adalah nama ayahnya sendiri. Penambahan nama
ini hanya pada sebutan saja, sedang nama yang tertera dalam ijazah dan identitas
formal lainnya tetap Khairuddin saja. Mungkin, salah satu berkah dari tambahan nama orang tua
inilah, yang menyebabkan orang semakin mudah mengenal nama Khairuddin Tahmid
dan dengan mudah pula untuk membedakannya dengan Khairuddin lainnya.
Baru satu
tahun kuliah di Fakultas Syari'ah IAIN Raden Intan Lampung, tahun 1983, ia
sudah dipercaya untuk memimpin organisasi ekstra kampus, menjadi Ketua
Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di IAIN Raden Intan.
Perjalanan selanjutnya, pada tahun 1985-1986 di percaya menjadi Sekretaris Umum PMII Cabang Lampung. Untuk
sekedar diketahui saja, bahwa Pergerakanan Mahasiswa Islam Indonesia kemudian
disingkat menjadi PMII adalah organisasi mahasiswa yang berafiliasi kepada
perjuangan NU. Saking dekatnya hubungan NU dan PMII, dalam sejarah dicatat
bahwa berdirinya PMII itu merupakan amanat Konferensi Besar IPNU di Kaliurang,
Yogyakarta, pada 14 - 17 Maret 1960.
Atas dasar amanat itu, dilakukan berbagai persiapan, yang pada akhirnya
pada tanggal 17 April 1960 dilakukan deklarasi berdirinya PMII secara resmi.
Disamping pernah aktif di PMII sebagai organisasi yang memiliki hubungan secara
historis dan ideologis dengan NU, pernah aktif juga di Gerakan Pemuda Ansor,
dengan menjadi Sekretaris Umum GP. Ansor Lampung periode 1987-1992, kemudian
pernah juga menjadi Sekretaris Wilayah PWNU Lampung mendampingi Kepemimpinan
KH. Khusnan Musthafa Ghufron (Alm) masa khidmad 1997-2002. Pada periode
berikutnya pernah menjadi Ketua Tanfidziyah PWNU Lampung masa khidmah
2002-2007, dan terus masih berkhidmah di NU sampai dengan periode 2007-2012
menjadi Katib Syuriyah PWNU Lampung.
Kiprah dan
perjalanan hidupnya, sejak kanak-kanak hingga usia dewasa dan bahkan sampai
dengan kini, masih terus aktif dan peduli terhadap kegiatan yang dilakukan oleh
Nahdlatul Ulama menunjukkan loyalitas dan dedikasi yang luar biasa terhadap NU
khususnya di Provinsi Lampung.
Sosok Penggerak NU yang Populis
Khairuddin
Tahmid adalah salah seorang dari sekian banyak tokoh NU di Provinsi Lampung
yang selalu mewarnai pemikiran, khidmah dan pengabdiannya di lingkungan
jamiyyah Nahdlatul Ulama. Penampilannya bersahaja, malah lebih cendrung hampir
terlihat sebagaimana kebiasaaan gaya hidup orang NU pada umumnya. Tidak ada
ciri-ciri menonjol, yang menunjukkan bahwa beliau sebagai tokoh sentral yang
populer (masyhur) dan populis (merakyat, sering turun kebawah untuk menemui
warga NU dan masyarakat), dikenal luas tidak hanya dalam lingkungan NU, tetapi
juga dikenal dekat dengan berbagai kalangan, baik kalangan totoh-tokoh ulama,
pejabat pemerintah Provinsi, pejabat pemerintah Kota/Kabupaten Se-Provinsi
Lampung, tokoh-tokoh lintas agama, tokoh-tokoh politik, tokoh-tokoh adat,
budayawan, aktivis NGO, kalangan media, kalangan intektual dan kalangan
lainnya.
Walau
dengan berbagai kalangan dikenal dekat, dan ditambah dengan lingkungan
pekerjaan sehari-harinya sebagai dosen atau pengajar di program S1, S2 dan S3
di IAIN Raden Intan Lampung dan juga mengajar di STIT Pringsewu, tetapi beliau
tetap memiliki corak kehidupan yang tidak berubah, sederhana, dan tetap penuh
dengan pernak-pernik kejenakaan (lucu).
Talenta kepribadiannya
secara umum sulit untuk dibedakan dengan warga NU lainnya, seperti
kesederhanaannya dalam kehidupan sehari-hari, cara berpakaiannya yang cendrung
didominasi oleh pakaian batik dan baju
koko yang terkesan biasa-biasa saja. Tetapi yang selalu berbeda dari yang lain
adalah pada keuletan kiprahnya dari waktu ke waktu dalam berkhidmah, seolah tak
kenal lelah. Kesediaannya untuk selalu berada ditengah-tengah komunitas NU yang
beragam dengan suka cita terus ia lakukan. Bahkan, yang terlihat agak menonjol
adalah kepiawiaannya dalam mensinergikan untuk mempertahankan prinsip yang lama
yang baik, tetapi dalam saat yang sama dapat memformulasi ide-ide baru yang
dulu belum dikenal dan sekarang baru muncul untuk diterima serta dipasarkan
selama tidak bertentangan dengan ruh perjuangan Islam.
Ide dan
gagasannya yang masih terngiang dalam ingatan kita, warga NU, adalah mengenai
revitalisasi penguatan institusi lokal dengan program ranting sehat yang pernah
dicetuskannya. Sejatinya ide itu, sampai sekarangpun masih relevan untuk
direspon dan diimplementasikan. Lebih-lebih dalam saat dan situasi NU
memerlukan benteng dan pertahanan yang kuat untuk menghadapi serangan idiologi
radikal, liberal dan ideologi-ideologi lain yang selalu menyerang paham Ahlus
Sunnah wal Jamaah. Terbangunnya struktur NU pada tingkat ranting di desa dan
kelurahan di seluruh Lampung mutlak menjadi kebutuhan utama. Bila
infra-struktur NU pada level terbawah sudah merata tertata, maka dengan
sendirinya akan mampu mendorong bangunan infra-struktur pada level di atasnya.
Wal hasil, yang akan diperoleh bukan hanya NU secara organisatoris akan tumbuh
dan berkembang dengan sehat, tetapi juga yang jauh lebih utama adalah
terbentenginya paham keagamaan ahlus sunnah wal jamaan dari serangan paham lain,
karena tubuh NU kultural dan NU struktural dapat tertata dengan sehat dan
dinamis. Mimpi, NU punya lembaga pendidikan unggulan dari SD sampai dengan
Perguruan Tinggi, punya Balai Pengobatan, rumah bersalin, rumah sakit,
lembaga-lembaga keuangan, BMT, syirkah mu'awanah, BPRS, balai-balai keterampilan,
lembaga-lembaga kajian strategis dan pemikiran-pemikiran maju lain yang sesuai
dengan tuntutan zaman dapat menjadi kenyataan. Pada akhir tim Bulletin Aswaja
silaturrahmi dan wawancara dengan Sang Penggerak NU populis ini, masih sempat
berseloroh: "Wah…., kita masih punya waktu, karena besok matahari masih
akan terbit. Songsong masa depan, harapan dan keyakinan. Jangan sampai
menjemput masa depan kelebihan semangatnya dari pada kemampuannya." (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar