SELAMAT DATANG DI LTN NU (Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama) KABUPATEN PRINGSEWU

Kamis, 08 Maret 2012

URGENSI PENGUASAAN BAHASA ARAB PADA KAJIAN-KAJIAN ISLAMI DALAM UPAYA MENSYIARKAN SYARIAT ISLAM

Oleh : Ahmad Fauzan, S.Pd.I
(Guru Bahasa Arab MAN Pringsewu) 

     Kajian-kajian islami dalam semua aspek dan pernak-perniknya selalu berporos pada Al Quran dan Al Hadits sebagai pedoman dan penuntun pokok kehidupan Ummat Islam. Sehingga kemampuan dan penguasaan terhadap kedua sumber tersebut sangat dibutuhkan. Pada runtutan setelahnya penguasaan dan kemahiran tentang Bahasa Arab dan berbahasa dengan Bahasa Arab menjadi kebutuhan yang tidak bisa diabaikan, sebab bahasa Arab adalah bahasa pengantar kedua sumber kehidupan tersebut. Hukum wajib untuk memahami Al Quran dan Al Hadits menyebabkan efek yang urgen dalam kajian-kajian bahasa Arab.
   
Dalam kaidah ushuliyyah dikatakan : "Maa la yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib" Sesuatu yang tanpanya tidak sempurna kewajiban, maka ia adalah wajib". Tanpa memahami dan menguasai gramatika Bahasa Arab (Nahwu dan Shorf) dan aspek-aspek bahasa Arab lainnya, penguasaan terhadap Al Quran dan Al Hadits dan upaya implementasi syariat Islam adalah hal yang tidak mungkin. Terlebih lagi dalam sebuah konsep kebahasaan, bahasa Arab merupakan kumpulan gramatika atau tata bahasa Arab yang diambil dari teks-teks yang telah baku yaitu Al Quran dan Al Hadits dan teks-teks lainnya yang telah baku aspek gramatikanya. Tentu saja harus digaris bawahi bahwa penguasaan bahasa Arab hanyalah salah satu dari sekian banyak ilmu yang dibutuhkan untuk menguasai Al Quran dan Al Hadits.
    Setiap aktivis dakwah, da'i, ustadz --yang merupakan ujung tombak pembumian syariat Islam-- mau tidak mau harus menempatkan bahasa Arab sebagai salah satu kajian prioritas yang utama dan pertama. Sebab jika sebaliknya, akan muncul kekhilafan-kekhilafan -jika tidak mau dikatakan penyimpangan- dalam penyimpulan makna atau maksud dari redaksi Al Quran dan Al Hadits. Hal ini akan menyeret Ummat Islam sendiri dalam keruwetan beragama dan sekaligus menjauhkan dari jalan lurus yang ditetapkan Sang Kholiq 'Azza wa Jalla dan diperjuangkan Nabi Besar Muhammad SAW.
    Bahasa Arab adalah bahasa asing yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan bahasa lain sehingga memiliki kemungkinan apabila kurang menguasainya lebih terjerumus dalam kesalahan-kesalahan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh dalam aspek Gender (mudzakkar-muannats) dan Kata Ganti (dhomir)  tidak jarang terjadi ketidak-fahaman dan penggunaan kedua aspek tersebut yang tidak sesuai dengan kaidah yang telah ditetapkan para ahli. Contohnya : Haadzal Mayyiti, Haadzihil Mayyitati, Ighfir lahu, laha, lahuma, lahum dan sebagainya.
    Demikian pula pada aspek Ta'rif dan Tankir. Mungkin dengan maksud ingin memberikan efek penguatan dan pemantapan kalimat, justru terjebak dalam kesalahan gramatikal dengan menumpuk "tanda" ta'rif. Contohnya : Lafadz yang seharusnya Fid Din, Fil Jasad, Fir Rizqi, Fil Ilmi ditambah-tambah  menjadi Fid Diinina, Fil jasadina, Fir Rizqina, Fil Ilmina.
    Selain itu, di dalam Al-qur'an terdapat banyak ayat-ayat yang membutuhkan penguasaan bahasa Arab dalam memahami maksudnya. Seperti pada ayat " Idzaa araada syai'an an yaquulu lahu kun fayakuun". Arti lafadz "kun fayakuun"  secara sederhana adalah, "Jadi! Maka jadilah,…; langsung terbayang dalam benak kita bahwa ketika Allah Swt menghendaki sesuatu dan lalu mengatakan "Jadilah! ;maka sesuatu itu dengan serta merta terjadi langsung tanpa melibatkan proses.
    Pemahaman ini tidak sepenuhnya salah, tetapi ayat itu berada dalam kontek umum dan mencakup semua kejadian termasuk adanya proses di dalamnya, sebagai sunnatulloh. Itulah rahasia yang terkandung dengan menggunakan kata " fa" sebagai jawab syarat, bukan dengan kata "yakuun" dengan dijadikan berstatus Jazm. Sedangkan relasi antara syarat yakni kata "kun" dan jawab syarat yakni "fayakuun" mengandung makna kepastian.
    Perubahan sekecil apapun dalam lafadz-lafadz bahasa Arab dari yang seharusnya pasti menimbulkan perbedaan makna, maksud, dan rahasia-rahasia lainnya yang terkandung di dalamnya. Jangankan perubahan huruf atau harokat, perubahan titik-pun bisa merubah maksud dari yang terkandung. Lafadz "Ar Rahiim" dan "Ar Rajiim" memiliki perbedaan makna yang mencolok padahal jika dilihat secara tertulis hanya terdapat sebuah titik yang membedakan keduanya.
    Demikianlah, tidak jarang ditemui kekhilafan-kekhilafan dalam prilaku beragama disebabkan kekurang fahaman seseorang terhadap gramatika bahasa Arab. Hal ini mengharuskan adanya akselerasi semangat untuk meningkatkan penguasaan dan pemahaman terhadap bahasa Arab.
Semoga Alloh memberikan maghfiroh dan taufiq-Nya dalam menghidupkan syariat Islam. Amin. Wallohu a'lam bish-showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar