Oleh : Al-Faqir
Sobri Dinal Mustofa
Khadimul Ma’had Yasmida, Ambarawa.
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Malik dalam kitabnya. Al-Muwatha’ juga dalam Sunan Imam al-Nasa’i, dimana Rasululloh SAW bersabda. “Tsalatsun man
kunna fihi wajada halawata l-iman”,( ada
tiga hal yang jika terdapat pada diri seseorang maka orang itu akan menemukan
kelezatan iman) .
Pertama, kata Nabi, “man kana Al-llahu warasuluhu
ahabba ilaihi mimma siwahuma”, yaitu pada saat
orang merasakan bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada selain keduanya, maka
orang ini akan menemukan manisnya iman.
Sebaliknya,
kepada sahabat yang ia temui ,
pertama yang ditanyakan adalah
keadaan Rasulullah Saw. Sahabat yang
ditanya itu menjawab bahwa Rasululloh dalam keadaan baik dan selamat. Namun dia belum
percaya karena Rasulullah belum kembali ke kota Madinah. Dia bertanya lagi kepada
rombongan yang baru datang, “apakah Rasulullah dalam keadaan selamat?” Jawaban
sahabat yang ditanya itu juga tidak memuaskan keingintahuannya mengenai keadaan
Rasulullah yang sebenarnya. Beberapa kali rombongan datang Ummu Syuraiq selalu menanyakan
perihal Rasulullah. Salah seorang dari rombongan itu menjawab, “Rasul dalam
kedaan baik. Hanya saja saya mohon maaf hendak menyampaikan berita yang mungkin
mengejutkan hatimu wahai Ummu Syuraiq. Adikmu gugur sebagai syuhada, kedua anakmu luka parah, sedangkan
suamimu juga mengalami hal
yang sama , kritis. Mereka masih di
belakang”. Tanpa disangka apa jawab Ummu Syuraiq, “kulluma siwa Rasul shaghir”,
(pokoknya apapun yang terjadi , kalau selain Rasululloh itu
kecil”.
Jawaban Ummu Syuraiq sungguh sangat mengejutkan para sahabat itu. Nampak pada kalimat jawabannya sebuah cahaya “Cinta
Rasul” yang mengalahkan kecintaannya
kepada keluarganya sendiri. Ummu Syuraiq merupakan contoh dari potret Cinta
Sejati kepada Allah dan Rasulnya . Inilah sosok penikmat manisnya iman . Hal serupa juga terjadi pada
diri sahabat-sahabat besar di lingkaran kehidupan Nabi Muhammad Saw.
DIMANA CAHAYA KECINTAAN KITA?.
Mengapa kebanyakan kita
ini berat melakukan ibadah? Karna cintanya kepada
Allah dan RasulNya
lebih kecil daripada cintanya pada dunia ( berupa sanak-keluarga, kekayaan, jabatan, dst) . Kebanyakan kita
merasa berat melepaskan uang yang kita miliki untuk zakat atau amal jariyah,
misalnya, dibandingkan dengan memberikan uang
kepada orang yang kita cintai. Mengapa? Sebab tingkat kecintaan kita
kepada orang yang kita cintai kerap kali mencampuri atau bahkan lebih besar dan
mengalahkan cinta kita kepada Tuhan. Dalam pengalaman hidup manusia, seorang
yang mempunyai kekasih akan lebih gampang mengorbankan apapun pada kekasihnya daripada memberikan uang untuk zakat, jariyah atau perjuangan di jalan
Allah.
Saat Abu Bakar
As-Shidieq R.A mendampingi hijrahnya Rasululloh ke Madinah, kekayaan miliknya
telah ditransaksikan terlebih dahulu , maka beliau membawa uang agar lebih
mempermudah dalam perjalanannya. Sementara puteri-puterinya tidak ditinggali
kebutuhan pokok secara memadahi. Sampai-sampai saat kebutuhan puteri-puterinya
ditanyakan oleh kakeknya, puteri Abu bakar Shidiq tetap menjaga kehormatan
Ayahnda dan tetap membela apa yang keputusan yang diambil ayahnda. Dalam
keadaan genting, kritis dan sangat berat beban-beban yang dihadapi, sikap
mereka tetap mempertahankan pada
kecintaan Alloh dan RasulNya.
Berkah pengorbanan kecintaan yang tulus dan ikhlas
para sahabat, para salafus sholih, cahaya Islam menyeruak mensinari kita yang
berada di belahan bumi Indonesia . Mereka mengharap-harap kita semua meneruskan
langkah mereka. Realitas telah membuka aib kita, masjid-masjid berdiri megah luarnya , tapi sangat memprihatinkan dalamya.
Jama’ah dhuhur, ashar dan subuh kosong, vakum, atau ada jama’ah namun tidak
cukup walau hanya setengah shof. Sunah Rasul yang tidak pernah beliau
tinggalkan hingga beliau wafat, yakni Iktikaf. Masjid , mushola di dekat kita
tidak pernah dimakmurkan dengan iktikaf . Ini sisi kecil potret kita.
Fastabiqud Dunnya telah mengalahkan Fastabiqul Akhirat. Ayoo bangun, ayoo
bangun. Fajar telah menyingsing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar