SELAMAT DATANG DI LTN NU (Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama) KABUPATEN PRINGSEWU

Minggu, 18 Maret 2012

PENGORBANAN DAN MANISNYA IMAN


 
Oleh : Al-Faqir Sobri Dinal Mustofa 
Khadimul Ma’had Yasmida, Ambarawa.

Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam  Malik dalam kitabnya. Al-Muwatha’ juga dalam  Sunan Imam al-Nasa’i, dimana Rasululloh  SAW  bersabda. “Tsalatsun man kunna fihi wajada halawata l-iman”,( ada tiga hal yang jika terdapat pada diri seseorang maka orang itu akan menemukan kelezatan iman) . Pertama, kata Nabi, “man kana Al-llahu warasuluhu ahabba ilaihi mimma siwahuma”, yaitu pada saat orang merasakan bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada selain keduanya, maka orang ini akan menemukan manisnya iman.
Alkisah, ada seorang sahabat perempuan yang bernama Ummu Syuraiq. Pada waktu Perang Uhud, Ummu Syariq ini ditinggal pergi oleh suaminya, ketiga anaknya, dan adiknya untuk berjihad di medan Perang Uhud bersama pasukan Nabi Muhammad Saw. Rupanya dia selalu ‘mencuri-berita’ dari mulut ke mulut tentang berlangsungnya Perang Uhud. Dia mendapat kabar bahwa di dalam Perang Uhud ini banyak umat Islam yang menjadi Suhada, meninggal dunia. Sewaktu sahabat-sahabat pulang dari medan perang, Ummu Syuraiq mencegat mereka di luar kota Madinah. Tapi anehnya dia tidak menanyakan bagaimana keadaan suami, anak atau adiknya yang turut  berperang.
 Sebaliknya, kepada sahabat yang ia temui , pertama yang ditanyakan adalah keadaan Rasulullah Saw.  Sahabat yang ditanya itu menjawab bahwa Rasululloh dalam keadaan baik dan selamat. Namun dia belum percaya karena Rasulullah belum kembali ke kota Madinah. Dia bertanya lagi kepada rombongan yang baru datang, “apakah Rasulullah dalam keadaan selamat?” Jawaban sahabat yang ditanya itu juga tidak memuaskan keingintahuannya mengenai keadaan Rasulullah yang sebenarnya. Beberapa kali rombongan datang Ummu Syuraiq selalu menanyakan perihal Rasulullah. Salah seorang dari rombongan itu menjawab, “Rasul dalam kedaan baik. Hanya saja  saya mohon maaf hendak menyampaikan berita yang mungkin mengejutkan hatimu  wahai Ummu Syuraiq. Adikmu gugur sebagai syuhada, kedua anakmu luka parah, sedangkan suamimu juga mengalami hal yang sama , kritis.  Mereka masih di belakang”. Tanpa disangka apa jawab Ummu Syuraiq, “kulluma siwa Rasul shaghir”, (pokoknya apapun yang terjadi , kalau selain Rasululloh   itu kecil”.
 Jawaban  Ummu Syuraiq sungguh sangat  mengejutkan para sahabat itu. Nampak pada kalimat jawabannya sebuah cahaya “Cinta Rasul” yang mengalahkan  kecintaannya kepada keluarganya sendiri. Ummu Syuraiq merupakan contoh dari potret Cinta Sejati kepada Allah dan Rasulnya . Inilah sosok penikmat  manisnya iman . Hal serupa juga terjadi pada diri sahabat-sahabat besar di lingkaran kehidupan Nabi Muhammad Saw.

DIMANA  CAHAYA KECINTAAN KITA?.
Mengapa kebanyakan  kita ini berat melakukan ibadah? Karna cintanya kepada Allah dan RasulNya lebih kecil daripada cintanya pada dunia ( berupa sanak-keluarga, kekayaan, jabatan, dst) . Kebanyakan kita merasa berat melepaskan uang yang kita miliki untuk zakat atau amal jariyah, misalnya, dibandingkan dengan memberikan uang  kepada orang yang kita cintai. Mengapa? Sebab tingkat kecintaan kita kepada orang yang kita cintai kerap kali mencampuri atau bahkan lebih besar dan mengalahkan cinta kita kepada Tuhan. Dalam pengalaman hidup manusia, seorang yang mempunyai kekasih akan lebih gampang mengorbankan   apapun  pada kekasihnya daripada memberikan uang untuk zakat, jariyah atau perjuangan di jalan Allah.
Saat Abu Bakar As-Shidieq R.A mendampingi hijrahnya Rasululloh ke Madinah, kekayaan miliknya telah ditransaksikan terlebih dahulu , maka beliau membawa uang agar lebih mempermudah dalam perjalanannya. Sementara puteri-puterinya tidak ditinggali kebutuhan pokok secara memadahi. Sampai-sampai saat kebutuhan puteri-puterinya ditanyakan oleh kakeknya, puteri Abu bakar Shidiq tetap menjaga kehormatan Ayahnda dan tetap membela apa yang keputusan yang diambil ayahnda. Dalam keadaan genting, kritis dan sangat berat beban-beban yang dihadapi, sikap mereka tetap mempertahankan  pada kecintaan Alloh dan RasulNya.
Berkah  pengorbanan kecintaan yang tulus dan ikhlas para sahabat, para salafus sholih, cahaya Islam menyeruak mensinari kita yang berada di belahan bumi Indonesia . Mereka mengharap-harap kita semua meneruskan langkah mereka. Realitas telah membuka aib kita, masjid-masjid berdiri  megah luarnya , tapi sangat memprihatinkan dalamya. Jama’ah dhuhur, ashar dan subuh kosong, vakum, atau ada jama’ah namun tidak cukup walau hanya setengah shof. Sunah Rasul yang tidak pernah beliau tinggalkan hingga beliau wafat, yakni Iktikaf. Masjid , mushola di dekat kita tidak pernah dimakmurkan dengan iktikaf . Ini sisi kecil potret kita. Fastabiqud Dunnya telah mengalahkan Fastabiqul Akhirat. Ayoo bangun, ayoo bangun. Fajar telah  menyingsing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar