SELAMAT DATANG DI LTN NU (Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama) KABUPATEN PRINGSEWU

Senin, 12 Maret 2012

Asal Usul Tasawuf (1)


Oleh : DR. KH. Khairuddin Tahmid, MH
Katib Syuriyah PWNU Lampung

Para ulama tasawuf berbeda pendapat dalam menetapkan asal usul penggunaan istilah tasawuf. Dalam perkembangan awalnya istilah tasawuf, oleh para orientalis, secara khusus diberi nama “sufisme”, dan diantara mereka juga ada yang menggunakan istilah “mistisisme.”
             Untuk mengetahui lebih dalam mengenai tasawuf ini, Bulletin Aswaja akan setia hadir dihadapan para pembaca sekalian, memuat satu kolom khas yang membahas topik ini  secara berseri. Pembahasan diawali dari pengertian, asal usul, tujuan, maqomat, macam-macamnya, ajaran pokoknya, tarekat, hingga siapa saja tokoh-tokoh pendiri dan yang menyebarluaskannya, sejak dari awal kelahiran hingga masuk ke Indonesia, yang kemudian menjadi salah satu amaliyah yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh warga NU.
  
Ta’rif Tasawuf
 Para sufi (pengamal ajaran tasawuf) maupun pengamat (orang yang tidak mengamalkan ajaran tasawuf), tidak sama dalam mengartikan tasawuf. Mereka  (kaum sufi) memberikan makna sesuai dengan pengalaman spritualnya, sedangkan para pengamat melihatnya dari segi pandangan intelektual dan logikanya saja. Tentu saja, oleh karena sudut pandang dalam memaknai tasawuf tidak sama, wajar kalau kemudian mereka tidak sama dalam memberikan pemaknaannya.
 Alhamdulillahnya, sekalipun tidak sama sudut pandang dan dalam memberikan pemaknaannya, semuanya sepakat bahwa inti penting dari tasawuf  itu berada dalam dua hal; pertama, kesucian jiwa untuk menghadap Allah sebagai zat yang maha suci, kedua, upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam bahasa lain, inti dari tasawuf adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akan tetapi, upaya apapun yang dilakukan manusia tidak akan berarti apa-apa, jika tidak diawali dengan penyucian jiwa, sebab Allah SWT adalah zat yang maha suci tidak akan dapat didekati, melainkan oleh orang-orang yang suci pula. Tegasnya, penyucian jiwa dipandang sebagai pokok pertama ajaran tasawuf, karena dari penyucian jiwa itulah akan berdampak pada kedamaian, kebahagiaan dan kesejukan hati, sebagaimana firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilan orang-orang yang mengotorinya”. (Qur’an Surat As-Syams :  9-10).
 Perhatikan saja, sekalipun sedikit untuk memperkuat apa yang telah dikemukakan di atas, berikut ini akan diurai apa itu tasawuf, baik dari sudut bahasa (etimologi/lughoh) maupun dari sudut istilah (terminologi).
 Untuk sekedar mengartikan kata tasawuf saja, para ahli berbeda pendapat dari mana asal usulnya. Ada beberapa teori untuk melacaknya. Pertama, kata sufi berasal dari kata “suf” yang berati bulu atau wol (kain wol). Hal ini karena lazimnya, dulu, orang tasawuf suka memakai pakaian yang berasal dari wol kasar, bukan wol halus. Pakaian demikian, pada awal perkembangan Islam merupakan kebalikan dari pakaian sutra. Pakaian wol kasar sebagai simbol kesederhanaan dan kesahajaan. Orang sekarang menyebutnya pakaian katrok/ndeso. Sedangkan pakaian sutra adalah simbol kemewahan yang biasa dipakai oleh kaum bangsawan dan pejabat. Kalau dibahasakan dengan kata yang sederhana, dengan berpakaian wol kasar, para pengamal tasawuf (sufi) mencirikan dirinya bergaya hidup sederhana, namun dibalik itu mereka berhati suci dan mulia. Pengamal tasawuf sengaja menjauhi gaya hidup mewah, necis, ngota, termasuk dalam hal berpakaian.
 Kedua, kata sufi dinisbatkan pada kata “ahlus shuffah” yaitu satu istilah yang diberikan kepada orang-orang sufi pada zaman Rasulullah SAW, mereka yang mengikuti Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah. Mereka meninggalkan harta kekayaan ditempat asalnya (Mekkah), sehingga keadaan ekonominya di Madinah menjadi miskin dan tak berharta. Mereka menetap dan tidur di serambi masjid Nabawi dengan  beralaskan bangku/rusbang dan memakai bantal pelana yang tentu saja keras. Sekalipun miskin harta, ahlus shuffah itu berhati suci dan mulia. Sifat tidak mementingkan duniawi dan berhati mulia inilah yang mencirikan sifat-sifat para pengamal tasawuf.
 Ketiga, istilah tasawuf  bermula dari sufi yang asalnya dari kata “sofa” yang berarti suci. Seorang sufi adalah orang yang berhati suci, yang dalam hidupnya selalu berusaha keras untuk mensucikan dirinya melalui berbagai latihan berat dan memakan waktu yang lama. Dengan kata lain, mereka diberi nama sufi karena kesucian hatinya dan kesucian kelakuannya.
 Keempat, istilah tasawuf  berasal dari kata “saf” yang berarti barisan sebagaimana saf dalam shalat. Bagi mereka yang menempati posisi saf terdepan dalam shalat akan mendapatkan saf terdepan di sisi Allah Azza Wajalla, dengan ketinggian cita-citanya untuk menghadap-Nya dan keinginan untuk bertemu dengan-Nya serta hatinya selalu tegak di sisi-Nya. Dengan kata lain, para pengamal tasawuf akan mendapat kemulyaan dan pahala lebih di sisi Allah, oleh karena mereka senantiasa mengedepankan kesucian dan kemuliaan diri dihadapan-Nya.
 Kelima, istilah tasawuf  adalah nama yang dinisbatkan kepada bahasa Yunani, yaitu berasal dari kata “sophos” yang berarti ahli hikmah atau orang arif dan bijaksana.
Kelima teori di atas yang mendasari perbedaan dalam merumuskan ta’rif (pengertian) tasawuf ditinjau dari segi lughoh/bahasa. Kenapa teori yang digunakan oleh para ahli terkesan berbeda-beda. Untuk yang ini tidak perlu dirahasiakan. Bahwa, sesungguhnya, perbedaan-perbedaan pemaknaan dari segi bahasa tersebut, lebih dikarenakan memaknakan tasawuf itu didasarkan pada kebiasaan lahiriyah yang menonjol dari para pengamal tasawuf pada waktu dulu. Begitulah ilmu, cara menyebut, menamakan dan merumuskan dari sudut lughot/bahasa, walaupun tujuan akhirnya sama, yaitu mensucikan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah, tetapi karena dasar mengata-ngatainya bersumber pada penglihatan lahiriyah, maka wajarlah apabila kelihatannya tidak sama, tetapi pada intinya sama. Ini tentu jauh lebih baik, dari pada sesuatu yang pada mulanya kelihatan sama, tetapi pada ujungnya tidak sama. (Bersambung).

 * Ditulis sebagai tulisan Rutin Kolom Tasawuf Bulletin Aswaja LTN NU Pringsewu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar