SELAMAT DATANG DI LTN NU (Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama) KABUPATEN PRINGSEWU

Minggu, 11 Maret 2012

Antisipasi Terhadap Pergerakan Puritas Islam


Oleh : M. Farhan Syakkur *

"Lain ladang lain belalang". Begitulah pepatah yang kita amini realitanya. Realita dimana kita tinggal di Negara Indonesia yang penuh dengan keragaman budaya, agama adat istiadat dan lain-lain. Kita bukan tinggal di Negara Arab. Negeri Arab tidak, bahkan sama sekali, tidak sama dengan tanah Pertiwi ini. kultur dan budayanya pun sangat berbeda, apalagi watak kemanusiaannya. Kemiripan yang tampak jelas adalah Arab dan Indonesia sama-sama memiliki etnis suku yang beragam. Namun, sejatinya kemiripan itu pun sangat kontras kalau kita menelusuri sejarah masing-masing. Keberagaman suku Arab mencatatkan sejarah bahwa peperangan antar suku sering sekali terjadi, suku yang kuat menguasai suku yang lebih lemah. Sedangkan di Indonesia, superioritas tidak dilandaskan pada etnik dan suku, tapi pada kekuatan imperium kerajaan.
Latar belakang kultur dan budaya ini harus dipahami sebagai landasan penelusuran sejarah penyebaran Islam di dunia negeri yang berbeda ini. Melihat kegemilangan dakwah para sunan dan wali, seyogyanya kita dapat mengambil pelajaran bahwa dakwah kultural memiliki peran yang penting dalam penyebaran ajaran Islam di Nusantara. Dan salah satu ciri dakwah kultural adalah budaya paternalistik. Perilaku, nasehat, dan teguran dari seorang tokoh yang diidolakan betul-betul menjadi panutan. Sayangnya, sikap ini kemudian dianggap salah oleh golongan tertentu karena digolong-golongkan pada prilaku taqlid.
Mereka yang mengikuti “taqlid” itu pada akhirnya menjadi sasaran bagi sebuah golongan yang menyatakan diri sebagai gerakan puritas (pemurnian) Islam. Pertanyaan yang kerap dilemparkan oleh golongan ini adalah “mana dalilnya?”. Padahal mereka yang mengikuti petuah-petuah para tokoh agama (kiai) tersebut, memiliki keyakinan besar bahwa kiai-kiai yang dipanuti itu memiliki kapasitas keilmuan yang lebih. Nasehat dan teguran mereka tentu didasari dengan pertimbangan dan pengetahuan keagamaan yang mumpuni. Sebenarnya jika dikatakan taqlid pun tidak tepat, karena warga nahdliyyin pun memiliki kumpulan pengajian-pengajian rutin dalam rangka pembekalan pengetahuan agama.

Lahan Penyebaran
             Selain “serangan-serangan” mempertanyakan dalil, penyebaran gerakan puritas Islam ini menyusur sasaran kaum intelektual muda yang sedang mencari jatidiri dan cenderung berfikir rasionalis. Gerakan ini berkembangan pesat di perkotaan khususnya di kampus-kampus SLTA dan Perguruan Tinggi – baik itu kampus Islam (UIN, STAIN, IAIN) maupun kampus sekuler.
Kalau melihat satu dekade terakhir ini, ada pemandangan yang terjungkir balik antara masyarakat pedesaan dan masyakat perkotaan. Di satu sisi, Pedesaan yang menjadi basis kultural NU seperti merasa kenyang dengan wejangan keagamaan dan disisi lain haus dan terlena dengan perkembangan teknologi. Sebaliknya, masyarakat perkotaan yang sudah kenyang terhadap teknologi seperti sedang kehausan terhadap siraman religi.
Situasi ini pun dimanfaatkan oleh gerakan ini melalui pendekatan-pendekatan persuasive dan juga tak segan-segan menggunakan cara yang frontal. Para juru dakwah gerakan puritas ini terus masuk ke dalam pedesaan, mengobrak-abrik tatanan kultural, dan masih saja menggunakan metode “dimana dalilnya?”. Sedangkan di perkotaan dan kampus-kampus, pendekatan akademis dilakukan dengan membuka seminar-seminar dan forum-forum diskusi yang temanya pun mengangkat tema-tema kultural yang dianggap tidak sesuai dengan syariat. Tujuannya adalah memikat kaum akademisi untuk bergabung.

Langkah-langkah Antisipatif
 Dalam menghadapai pergerakan puritas Islam ini, perlu kiranya mengetahui latar belakang setiap pergerakan tersebut. Dikhawatirkan sikap sentimentil yang muncul hanya akan menyibukkan hati dan fikiran untuk menggunjing, dan membuat kita terlena untuk membuat langkah-langkah antisipatif.
Warga nahdliyyin melalui struktural kepengurusan memiliki Badan Otonom, Lembaga-Lembaga dan Lajnah yang masing-masing menampung dan mengapresiasi generasinya. Ada Anshor, IPNU, IPPNU, Muslimat NU, dan lainnya. Belum lagi forum-forum dan jamaah-jamaah yang tak terhitung jumlahnya.
Khususnya Anshor, IPNU, dan IPPNU sebagai wadah kaum muda Nahdliyyin, sudah saatnya membuat kegiatan-kegiatan yang realistis dan terprogram, mendiskusikan perihal yang tidak hanya terkait dengan nilai-nilai keagamaan tapi juga mensikapi secara kritis pergerakan-pergerakan puritas tersebut, tertutama melakukan pembinaan dan pembekalan kepada generasi yang akan “merantau” ke perkotaan. Karena kebanyakan generasi nahdliyyin yang kepleset setelah pergi keperkotaan bukan hanya karena tidak memiliki bekal keagamaan yang mumpuni, tapi juga cenderung karena “silau” terhadap kehidupan kota yang hedonis dan berfikir praktis rasionalis.
Semoga tulisan singkat ini dapat menginspirasi kita untuk memunculkan ide-ide antisipasif terhadap pergerakan tersebut. Wallahu a’lam bis shawab.

* Alumnus UIN Malang (Mengajar di SMP IT Ar-Raihan Bandarlampung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar