Oleh : M. Farhan Syakkur *
"Lain ladang lain belalang". Begitulah pepatah yang kita amini realitanya. Realita dimana kita tinggal di Negara Indonesia yang penuh dengan keragaman budaya, agama adat istiadat dan lain-lain. Kita bukan tinggal di Negara Arab. Negeri Arab
tidak, bahkan sama sekali, tidak sama dengan tanah Pertiwi ini. kultur dan
budayanya pun sangat berbeda, apalagi watak kemanusiaannya. Kemiripan yang
tampak jelas adalah Arab dan Indonesia sama-sama memiliki etnis suku yang
beragam. Namun, sejatinya kemiripan itu pun sangat kontras kalau kita
menelusuri sejarah masing-masing. Keberagaman suku Arab mencatatkan sejarah
bahwa peperangan antar suku sering sekali terjadi, suku yang kuat menguasai
suku yang lebih lemah. Sedangkan di Indonesia, superioritas tidak dilandaskan
pada etnik dan suku, tapi pada kekuatan imperium kerajaan.
Mereka yang
mengikuti “taqlid” itu pada akhirnya menjadi sasaran bagi sebuah golongan yang
menyatakan diri sebagai gerakan puritas (pemurnian) Islam. Pertanyaan yang
kerap dilemparkan oleh golongan ini adalah “mana dalilnya?”. Padahal mereka
yang mengikuti petuah-petuah para tokoh agama (kiai) tersebut, memiliki
keyakinan besar bahwa kiai-kiai yang dipanuti itu memiliki kapasitas keilmuan
yang lebih. Nasehat dan teguran mereka tentu didasari dengan pertimbangan dan
pengetahuan keagamaan yang mumpuni. Sebenarnya jika dikatakan taqlid pun tidak
tepat, karena warga nahdliyyin pun memiliki kumpulan pengajian-pengajian rutin
dalam rangka pembekalan pengetahuan agama.
Lahan Penyebaran
Selain
“serangan-serangan” mempertanyakan dalil, penyebaran gerakan puritas Islam ini
menyusur sasaran kaum intelektual muda yang sedang mencari jatidiri dan
cenderung berfikir rasionalis. Gerakan ini berkembangan pesat di perkotaan khususnya
di kampus-kampus SLTA dan Perguruan Tinggi – baik itu kampus Islam (UIN, STAIN,
IAIN) maupun kampus sekuler.
Kalau melihat
satu dekade terakhir ini, ada pemandangan yang terjungkir balik antara masyarakat
pedesaan dan masyakat perkotaan. Di satu sisi, Pedesaan yang menjadi basis
kultural NU seperti merasa kenyang dengan wejangan keagamaan dan disisi lain haus
dan terlena dengan perkembangan teknologi. Sebaliknya, masyarakat perkotaan
yang sudah kenyang terhadap teknologi seperti sedang kehausan terhadap siraman religi.
Situasi ini
pun dimanfaatkan oleh gerakan ini melalui pendekatan-pendekatan persuasive dan
juga tak segan-segan menggunakan cara yang frontal. Para juru dakwah gerakan
puritas ini terus masuk ke dalam pedesaan, mengobrak-abrik tatanan kultural,
dan masih saja menggunakan metode “dimana dalilnya?”. Sedangkan di
perkotaan dan kampus-kampus, pendekatan akademis dilakukan dengan membuka
seminar-seminar dan forum-forum diskusi yang temanya pun mengangkat tema-tema
kultural yang dianggap tidak sesuai dengan syariat. Tujuannya adalah memikat
kaum akademisi untuk bergabung.
Langkah-langkah Antisipatif
Dalam
menghadapai pergerakan puritas Islam ini, perlu kiranya mengetahui latar
belakang setiap pergerakan tersebut. Dikhawatirkan sikap sentimentil yang
muncul hanya akan menyibukkan hati dan fikiran untuk menggunjing, dan membuat
kita terlena untuk membuat langkah-langkah antisipatif.
Warga
nahdliyyin melalui struktural kepengurusan memiliki Badan Otonom,
Lembaga-Lembaga dan Lajnah yang masing-masing menampung dan mengapresiasi
generasinya. Ada Anshor, IPNU, IPPNU, Muslimat NU, dan lainnya. Belum lagi
forum-forum dan jamaah-jamaah yang tak terhitung jumlahnya.
Khususnya
Anshor, IPNU, dan IPPNU sebagai wadah kaum muda Nahdliyyin, sudah saatnya
membuat kegiatan-kegiatan yang realistis dan terprogram, mendiskusikan perihal
yang tidak hanya terkait dengan nilai-nilai keagamaan tapi juga mensikapi
secara kritis pergerakan-pergerakan puritas tersebut, tertutama melakukan
pembinaan dan pembekalan kepada generasi yang akan “merantau” ke perkotaan. Karena
kebanyakan generasi nahdliyyin yang kepleset setelah pergi keperkotaan bukan
hanya karena tidak memiliki bekal keagamaan yang mumpuni, tapi juga cenderung
karena “silau” terhadap kehidupan kota yang hedonis dan berfikir praktis
rasionalis.
Semoga tulisan
singkat ini dapat menginspirasi kita untuk memunculkan ide-ide antisipasif
terhadap pergerakan tersebut. Wallahu a’lam bis shawab.
* Alumnus UIN Malang (Mengajar
di SMP IT Ar-Raihan Bandarlampung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar