Oleh
: Muhammad Faizin, S.Pd
Sekretaris II MUI Kabupaten Pringsewu
Muharram 1434 H datang. Bulan dimana terjadi sebuah peristiwa yang monumental dalam perjuangan
Nabi Muhammad SAW yaitu hijrah (pindah) beliau dari Makkah ke Madinah. Hal ini
dilakukan oleh Nabi sebagai pertimbangan ketidak kondusifan lagi kota Makkah
untuk menjadi tempat menata peradaban yang lebih baik. Kota Madinahpun menjadi
tujuan yang dipilih tidak dengan alasan spontan. Mayoritas warga Madinah
khususnya suku Aus dan Kharaj adalah warga yang menginginkan perubahan dalam
peradaban.
Sebelum Nabi
melaksanakan niat hijrah ini, ternyata kaum Quraisy sudah mengetahuinya.
Berbagai macam rencana disusun untuk menghalangi Hijrahnya Nabi. Ada 12 orang
bersenjata lengkap mengepung kediaman Nabi Muhammad. Mereka memiliki misi untuk
terus memantau gerak gerik Nabi dan mencari waktu yang tepat untuk membunuh
Nabi Muhammad SAW.
Menghadapi kondisi
ini, Nabi tidaklah merasa bingung dan tegang. Beliau tetap bersikap tenang
menghadapi kegentingan ini. Nabi memerintahkan kepada Ali bi Abi Thalib untuk
berbaring ditempat tidur , seraya memakai selimut yang sering dipakai oleh
Nabi. Setelah itu Nabi Muhammad mengambil segenggam debu yang kemudian
dilemparkan ke arah 12 orang yang mengepung rumah beliau. Dengan izin Allah
SWT, mereka merasakan kantuk yang luar biasa sehingga mereka tertidur dan Nabi
dapat keluar dari rumah untuk melakukan perjalanan ke Madinah.
Dalam Perjalanan
menuju Madinah, Nabi menghampiri Abu Bakar yang sudah menunggu di Gua Tsur
untuk bersama-sama hijrah melewati hamparan padang pasir yang tandus yang
berjarak ratusan kilometer dengan membutuhkan waktu dua bulan lebih. Malam
kejadian itu adalah malan 1 Muharram dan untuk mengenang peristiwa itu,
kemudian Khalifah Umar bin Khattab menjadikan malam peristiwa Hijrah Nabi
sebagai awal perhitungan Tahun Baru Hijriyah.
Dinegara kita, Tahun
baru Hijriyyah merupakan salah satu Hari Besar yang diakui Pemerintah sehingga
segala kegiatan resmi diliburkan. Hal ini memiliki tujuan untuk mengenang
perjuangan heroic Nabi serta mengambil hikmah dari peristiwa hijrah. Baik itu
hikmah yang bersifat tekstual maupun kontekstual.
Hikmah Tekstual memiliki artian bahwa kita sebagai ummat Islam harus memiliki fisik yang kuat dalam mengarungi hidup kita. Dengan dukungan fisik yang kuat kita dapat melakukan aktifitas keseharian kita dengan lancar. Sementara hikmah kontekstual bermakna dalam kehidupan ini kita harus berhijrah (berubah) dengan semaksimal mungkin dalam bentuk perbuatan dalam segala aspek kehidupan kita.
Hikmah Tekstual memiliki artian bahwa kita sebagai ummat Islam harus memiliki fisik yang kuat dalam mengarungi hidup kita. Dengan dukungan fisik yang kuat kita dapat melakukan aktifitas keseharian kita dengan lancar. Sementara hikmah kontekstual bermakna dalam kehidupan ini kita harus berhijrah (berubah) dengan semaksimal mungkin dalam bentuk perbuatan dalam segala aspek kehidupan kita.
Totalitas berhijrah
juga diperlukan dalam konteks berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini setidaknya
ada 4 hal yang harus menjadi perhatian serius kita bersama untuk segera
melakukan hijrah. Hal tersebut meliputi Hijrah dari kemiskinan, kebodohan,
keterbelakangan dan krisis moral.
Kita bersama-sama
dengan Pemerintah harus segera mengatasi dengan serius masalah kamiskinan di
negeri kita ini. Bangsa Indonesia harus berjuang untuk segera berhijrah dari
kemiskinan menuju kesejahteraan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat
program-program yang bersentuhan langsung dengan rakyat miskin.
Masalah kebodohan di Negara kita sampai saat ini juga harus mendapatkan perhatian serius. Fakta menunjukkan bahwa indeks kualitas SDM Indonesia saat ini berada di level bawah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan oleh PBB ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011, dari 187 negara yang disurvey, Indonesia menduduki posisi ke 124 dengan angka 0,617. Sementara Negara jiran kita Malaysia berada pada posisi 61 dunia dengan angka 0,761. Ini menunjukkan bahwa hijrah untuk memperbaiki IPM bagi Indonesia adalah sebuah keharusan.
Masalah kebodohan di Negara kita sampai saat ini juga harus mendapatkan perhatian serius. Fakta menunjukkan bahwa indeks kualitas SDM Indonesia saat ini berada di level bawah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan oleh PBB ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011, dari 187 negara yang disurvey, Indonesia menduduki posisi ke 124 dengan angka 0,617. Sementara Negara jiran kita Malaysia berada pada posisi 61 dunia dengan angka 0,761. Ini menunjukkan bahwa hijrah untuk memperbaiki IPM bagi Indonesia adalah sebuah keharusan.
Kita sebagai warga
Negara harus menanamkan prinsip bahwa investasi yang terbaik untuk masa depan adalah
investasi pendidikan untuk generasi penerus kita. Sehingga fakta-fakta yang ada
ini dapat diperbaiki. Islam menganjurkan kepada kita untuk bekerja keras mendapatkan
kesejahteraan hidup. Kita diperintahkan Nabi untuk menuntut ilmu untuk
meningkatkan kualitas SDM kita. Islam tidak mengharapkan ummatnya terbelakang
namun sebaliknya mengharapkan ummatnya menjadi ummat yang terbaik.
Persoalan lain dari bangsa ini yang perlu mendapatkan perhatian dan segera untuk diselesaikan adalah persoalan moralitas bangsa. Bangsa kita sekarang ini sudah terbiasa dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Bangsa kita sekarang ini juga sudah mulai kehilangan rasa persatuan dan kesatuan. Tidak lagi menghormati perbedaan Suku, Agama dan Ras. Bangsa kita mudah untuk diadu domba. Permasalahan kecil yang dibumbuhi dengan sentimen SARA bisa menjadi pemicu terjadinya penyerangan, pengrusakan dan tindakan-tindakan anarkis lainnya sehingga merugikan orang lain yang tidak tahu apa-apa.
Persoalan lain dari bangsa ini yang perlu mendapatkan perhatian dan segera untuk diselesaikan adalah persoalan moralitas bangsa. Bangsa kita sekarang ini sudah terbiasa dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Bangsa kita sekarang ini juga sudah mulai kehilangan rasa persatuan dan kesatuan. Tidak lagi menghormati perbedaan Suku, Agama dan Ras. Bangsa kita mudah untuk diadu domba. Permasalahan kecil yang dibumbuhi dengan sentimen SARA bisa menjadi pemicu terjadinya penyerangan, pengrusakan dan tindakan-tindakan anarkis lainnya sehingga merugikan orang lain yang tidak tahu apa-apa.
Krisis juga terjadi
pada generasi-generasi yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan
bangsa kita. Krisis moral melanda pelajar dan mahasiswa. Mereka cenderung
berorientasi pada gaya hidup dan mengisi
waktu mereka dengan hal-hal yang bersifat konsumtif dan rekreatif. Mereka
melupakan tugas utama mereka yaitu belajar.
Dalam kaitan dengan
perayaan tahun baru, mereka cenderung merayakan Tahun baru Masehi dengan pesta
dan melakukan kema’siatan dimana-mana. Sementara Tahun baru Hijriyah yang
merupakan warisan Nabi, mereka lupakan begitu saja dan cenderung bersikap
apatis.
Sudah saatnya bagi
para pemuda dengan bimbingan orang tua melakukan hijrah dari kemalasan untuk
belajar menuju kesungguhan dalam meraih ilmu untuk meraih masa depan yang cerah
sehingga peradaban diesok hari akan lebih baik lagi. Kesungguhan berhijrah bagi
para pemuda memiliki artian pentingnya merevolusi diri dari hal yang buruk
kepada hal yang baik. Dari tingkah laku menyimpang kepada perilaku yang lurus.
Dari tindakan negatif kepada tindakan yang positif.
Konsep hijrah sudah
banyak dicontohkan oleh sejarah. Nabi Ibrahim sukses membangun peradaban
setelah melakukan hijrah dari Ur ke Kan’an. Nabi Yusuf mencapai zaman kebesaran
setelah hijrah ke Mesir. Hal serupa juga dilakukan oleh para ulama besar
seperti Imam Syafii, Imam Al-Ghozali, Imam Bukhori, Imam Muslim untuk
mengembangkan peradaban. Kita juga tahu, Syekh Nawawi Al-Bantani dan Syekh
Yusuf al-Makassari juga meninggalkan negerinya untuk membangun peradaban di
tempat lain.
Marilah momentum
tahun baru 1434 H ini kita jadikan kesempatan mengevaluasi apa-apa yang telah
kita lakukan di tahun 1433 H. Kita berharap ini akan menjadi tonggak menuju
kehidupan yang lebih baik sehingga metamorfosis peradaban yang lebih mulia
melalui momentum hijrah ini akan menjadi sebuah kenyataan. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar