SELAMAT DATANG DI LTN NU (Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama) KABUPATEN PRINGSEWU

Jumat, 23 November 2012

Tahun 1434 H : Momentum Metamorfosis




Oleh  : Muhammad Faizin, S.Pd
Sekretaris II MUI Kabupaten Pringsewu
 
Muharram 1434 H datang. Bulan dimana terjadi sebuah peristiwa yang monumental dalam perjuangan Nabi Muhammad SAW yaitu hijrah (pindah) beliau dari Makkah ke Madinah. Hal ini dilakukan oleh Nabi sebagai pertimbangan ketidak kondusifan lagi kota Makkah untuk menjadi tempat menata peradaban yang lebih baik. Kota Madinahpun menjadi tujuan yang dipilih tidak dengan alasan spontan. Mayoritas warga Madinah khususnya suku Aus dan Kharaj adalah warga yang menginginkan perubahan dalam peradaban.
Sebelum Nabi melaksanakan niat hijrah ini, ternyata kaum Quraisy sudah mengetahuinya. Berbagai macam rencana disusun untuk menghalangi Hijrahnya Nabi. Ada 12 orang bersenjata lengkap mengepung kediaman Nabi Muhammad. Mereka memiliki misi untuk terus memantau gerak gerik Nabi dan mencari waktu yang tepat untuk membunuh Nabi Muhammad SAW.

Menghadapi kondisi ini, Nabi tidaklah merasa bingung dan tegang. Beliau tetap bersikap tenang menghadapi kegentingan ini. Nabi memerintahkan kepada Ali bi Abi Thalib untuk berbaring ditempat tidur , seraya memakai selimut yang sering dipakai oleh Nabi. Setelah itu Nabi Muhammad mengambil segenggam debu yang kemudian dilemparkan ke arah 12 orang yang mengepung rumah beliau. Dengan izin Allah SWT, mereka merasakan kantuk yang luar biasa sehingga mereka tertidur dan Nabi dapat keluar dari rumah untuk melakukan perjalanan ke Madinah.
Dalam Perjalanan menuju Madinah, Nabi menghampiri Abu Bakar yang sudah menunggu di Gua Tsur untuk bersama-sama hijrah melewati hamparan padang pasir yang tandus yang berjarak ratusan kilometer dengan membutuhkan waktu dua bulan lebih. Malam kejadian itu adalah malan 1 Muharram dan untuk mengenang peristiwa itu, kemudian Khalifah Umar bin Khattab menjadikan malam peristiwa Hijrah Nabi sebagai awal perhitungan Tahun Baru Hijriyah.
Dinegara kita, Tahun baru Hijriyyah merupakan salah satu Hari Besar yang diakui Pemerintah sehingga segala kegiatan resmi diliburkan. Hal ini memiliki tujuan untuk mengenang perjuangan heroic Nabi serta mengambil hikmah dari peristiwa hijrah. Baik itu hikmah yang bersifat tekstual maupun kontekstual.

Hikmah Tekstual memiliki artian bahwa kita sebagai ummat Islam harus memiliki fisik yang kuat dalam mengarungi hidup kita. Dengan dukungan fisik yang kuat kita dapat melakukan aktifitas keseharian kita dengan lancar. Sementara hikmah kontekstual bermakna dalam kehidupan ini kita harus berhijrah (berubah) dengan semaksimal mungkin dalam bentuk perbuatan dalam segala aspek kehidupan kita.
Totalitas berhijrah juga diperlukan dalam konteks berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini setidaknya ada 4 hal yang harus menjadi perhatian serius kita bersama untuk segera melakukan hijrah. Hal tersebut meliputi Hijrah dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan krisis moral.
Kita bersama-sama dengan Pemerintah harus segera mengatasi dengan serius masalah kamiskinan di negeri kita ini. Bangsa Indonesia harus berjuang untuk segera berhijrah dari kemiskinan menuju kesejahteraan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat program-program yang bersentuhan langsung dengan rakyat miskin.

Masalah kebodohan di Negara kita sampai saat ini juga harus mendapatkan perhatian serius. Fakta menunjukkan bahwa indeks kualitas SDM Indonesia saat ini berada di level bawah. Indeks  Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan oleh PBB ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011, dari 187 negara yang disurvey, Indonesia menduduki posisi ke 124 dengan angka 0,617. Sementara Negara jiran kita Malaysia berada pada posisi 61 dunia dengan angka 0,761. Ini menunjukkan bahwa hijrah untuk memperbaiki IPM bagi Indonesia adalah sebuah keharusan.
Kita sebagai warga Negara harus menanamkan prinsip bahwa investasi yang terbaik untuk masa depan adalah investasi pendidikan untuk generasi penerus kita. Sehingga fakta-fakta yang ada ini dapat diperbaiki. Islam menganjurkan kepada kita untuk bekerja keras mendapatkan kesejahteraan hidup. Kita diperintahkan Nabi untuk menuntut ilmu untuk meningkatkan kualitas SDM kita. Islam tidak mengharapkan ummatnya terbelakang namun sebaliknya mengharapkan ummatnya menjadi ummat yang terbaik.

Persoalan lain dari bangsa ini yang perlu mendapatkan perhatian dan segera untuk diselesaikan adalah persoalan moralitas bangsa. Bangsa kita sekarang ini sudah terbiasa dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Bangsa kita sekarang ini juga sudah mulai kehilangan rasa persatuan dan kesatuan. Tidak lagi menghormati perbedaan Suku, Agama dan Ras. Bangsa kita mudah untuk diadu domba. Permasalahan kecil yang dibumbuhi dengan sentimen SARA bisa menjadi pemicu terjadinya penyerangan, pengrusakan dan tindakan-tindakan anarkis lainnya sehingga merugikan orang lain yang tidak tahu apa-apa.
Krisis juga terjadi pada generasi-generasi yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan bangsa kita. Krisis moral melanda pelajar dan mahasiswa. Mereka cenderung berorientasi pada gaya hidup dan  mengisi waktu mereka dengan hal-hal yang bersifat konsumtif dan rekreatif. Mereka melupakan tugas utama mereka yaitu belajar.
Dalam kaitan dengan perayaan tahun baru, mereka cenderung merayakan Tahun baru Masehi dengan pesta dan melakukan kema’siatan dimana-mana. Sementara Tahun baru Hijriyah yang merupakan warisan Nabi, mereka lupakan begitu saja dan cenderung bersikap apatis.
Sudah saatnya bagi para pemuda dengan bimbingan orang tua melakukan hijrah dari kemalasan untuk belajar menuju kesungguhan dalam meraih ilmu untuk meraih masa depan yang cerah sehingga peradaban diesok hari akan lebih baik lagi. Kesungguhan berhijrah bagi para pemuda memiliki artian pentingnya merevolusi diri dari hal yang buruk kepada hal yang baik. Dari tingkah laku menyimpang kepada perilaku yang lurus. Dari tindakan negatif kepada tindakan yang positif.
Konsep hijrah sudah banyak dicontohkan oleh sejarah. Nabi Ibrahim sukses membangun peradaban setelah melakukan hijrah dari Ur ke Kan’an. Nabi Yusuf mencapai zaman kebesaran setelah hijrah ke Mesir. Hal serupa juga dilakukan oleh para ulama besar seperti Imam Syafii, Imam Al-Ghozali, Imam Bukhori, Imam Muslim untuk mengembangkan peradaban. Kita juga tahu, Syekh Nawawi Al-Bantani dan Syekh Yusuf al-Makassari juga meninggalkan negerinya untuk membangun peradaban di tempat lain.

Marilah momentum tahun baru 1434 H ini kita jadikan kesempatan mengevaluasi apa-apa yang telah kita lakukan di tahun 1433 H. Kita berharap ini akan menjadi tonggak menuju kehidupan yang lebih baik sehingga metamorfosis peradaban yang lebih mulia melalui momentum hijrah ini akan menjadi sebuah kenyataan. Amin





Tidak ada komentar:

Posting Komentar