SELAMAT DATANG DI LTN NU (Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama) KABUPATEN PRINGSEWU

Sabtu, 09 Juni 2012

Kemana Setelah Lulus?

    Oleh : Muhammad Faizin, S.Pd
(Guru MAN Pringsewu)

Mungkin kalimat pertanyaan itu yang sekarang berada dalam pikiran dan benak para pelajar SLTA pasca pengumuman kelulusan yang baru saja mereka terima. Sebuah pertanyaan yang relatif pendek namun sarat dengan jawaban yang nantinya akan menentukan nasib hidup mereka. Beberapa alternatifpun muncul sebagai jawabannya. Ada yang berfikir praktis dengan jawaban "mengalir saja" dengan maksud menunggu apa yang akan terjadi besok tanpa berinisiatif untuk melakukan sesuatu. Ada yang beorientasi kerja dengan pertimbangan akan langsung mendapatkan pendapatan untuk mencoba hidup mandiri. Ada yang berfikir jauh kedepan dengan menyiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Semua jawaban tersebut sah-sah saja dan itu merupakan prinsip hidup yang nantinya mesti akan mendapatkan hasil atau konsekwensinya.

    Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah "Manakah yang terbaik dari sekian jawaban tersebut?". Sebelum menjawab pertanyaan itu para pelajar haruslah dapat menata orientasi hidup dengan sebaik-baiknya. Sehingga dengan orientasi tersebut jawaban yang terbaiklah yang akan didapatkan. Hasil jawaban terbaik tersebut harus di topang dengan  daya dukung dan kemampuan diri dalam menentukan arah setelah lulus sekolah. Ketika pelajar berorientasi untuk kuliah misalnya, maka mereka harus menyiapkan segala hal yang dapat memuluskan langkah mereka. Seperti : daya dukung finansial, keluarga, kesehatan dan lain sebagainya. Dan tak lupa pula mereka harus mengukur kemampuan mereka dengan menimbang jurusan apa yang mampu mereka tempuh di perguruan tinggi nanti. Hal ini dapat mereka tempuh dengan berbagai macam cara seperti mengikuti bimbingan belajar dan try out masuk perguruan tinggi. Dengan pertimbangan dan langkah-langkah ini maka diharapkan rencana yang sudah disusun dari awal tidak akan berantakan ditengah jalan.
    Adalah sangat menyedihkan ketika sebuah keputusan yang sudah diambil menemukan jalan buntu sehingga semua yang dikorbankan dari awal menjadi sia-sia dan berantakan. Dan memang sebuah keputusan mesti akan menghasilkan sebuah akibat, baik itu sebuah kebaikan atau keburukan bagi sang pengambil keputusan. Maka tak heran banyak orang yang menyatakan bahwa yang paling berat adalah mengawali sesuatu alias mengambil keputusan untuk mengawali sebuah langkah. Banyak orang yang terjebak dengan rasa ketakutan sehingga mereka hanya berkutat disitu-situ saja.  Yang mendominasi pikiran mereka adalah bayangan negative tentang efek-efek negatif yang akan muncul nantinya. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya dengan tidak mengambil sebuah keputusan itu sendiri, mereka sudah melakukan hal yang negatif. Pola pikir seperti ini sudah seharusnya dihilangkan Analoginya seperti ketika kita membawa sebuah lentera di sebuah rumah gelap dan kosong. Jika kita diam dalam satu ruangan saja, maka yang akan terlihat adalah ruangan itu saja. Kita akan melihat kegelapan di ruangan yang  lain dan mungkin bayangan-bayangan yang menakutkan akan muncul tentang ruangan gelap tersebut. Kita akan merasa takut terus menerus jika kita tidak melangkah keruangan tersebut. Sampai akhirnya kita melangkah dan memasuki ruangan kosong dan gelap tersebut, kit dapat melihat isi dalamnya dan bayangan ketakutan itupun hilang seketika karena memang tidak ada yang menakutkan di ruangan tersebut.
    Beberapa hal yang sederhana ini bisa menjadi bahan pemikiran bagi para pelajar yang saat ini harus mengambil sebuah keputusan untuk melangkah ke babak selanjutnya. Juga kepada para orang tua yang mau tidak mau harus peduli terhadap keputusan yang akan diambil oleh putra-putrinya. Tidak ada orang tua yang mau jika keputusan yang diambil oleh anaknya merupakan keputusan yang tidak membawa kebaikan. "Intervensi" orang tua sangatlah penting untuk mengarahkan anak agar dapat menggapai cita-cita secara maksimal. Intervensi ini jangan sampai dimaknai berlebihan dengan memaksakan kehendak terhadap anak. Otoritas orang tua seharusnya diimbangi dengan kenyataan bahwa putra-putrinya sudah beranjak dewasa dan sudah mulai dapat menentukan arah hidup mereka. Tidaklah arif memaksakan kehendak kepada anak tanpa mempertimbangkan hasrat keinginan anak itu sendiri. Selama keinginan anak dapat dipertanggungjawabkan dan dilakukan dengan istiqomah para orang tua sudah seyogyanya memberi dukungan.
    Akhirnya, Kita semua berharap keputusan yang akan mereka ambil nantinya akan membawa kemaslahatan bagi masa depan mereka. Walhasil, mereka akan menjadi jiwa-jiwa bertanggungjawab terhadap hidupnya dan membawa angin segar bagi kelanjutan peradaban dimuka bumi ini. Amin. Wallahua'lam bisshowab.(*)

Dimuat di  Harian  Radar Lampung
 (26 Mei 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar